Sore hari di sebuah kota, sebut saja Atrakaj, banyak berkumpul pengemis. Ya. Kota ini memang terkenal banyak pengemis.
Lewatlah seorang pebisnis yang dia sangat selektif dalam menyumbang pengemis. Biasanya, sebelum dia menyumbang, dia mengajukan beberapa pertanyaan, dan rata-rata pengemis tidak lolos wawancara dengan dia, kebanyakan mereka gagal lolos audisi, tapi tidak pada sore itu. Ada seorang pengemis yang mampu lolos wawancara dengannya.
X: pebisnis
Y: pengemis
X: kalo saya kasih uang, apakah kamu gunakan berjudi?
Y: oh tidak pa, berjudi itu kan haram.
X: apakah kamu gunakan untuk mabuk-mabukkan?
Y: tidak juga pa, mabuk-mabukkan juga haram hukumnya.
X: hmm, bagaimana kalo untuk bermain perempuan?
Y: apalagi itu pa, Allah sudah melarang dengan tegas agar manusia tidak mendekati zina.
X: oke, kamu akan saya kasih uang, tapi kamu ikut dulu ke rumahku.
Sesampainya di rumah pebisnis yang mewah. Pebisnis itu memanggil istrinya kemudian berkata sambil menunjuk pengemis tadi, "Beginilah nasib orang yang tidak berjudi, tidak mabuk-mabukkan, dan tidak bermain perempuan".
Apa yang salah???
Pengemis baik itu yang salah kah?
Atau pebisnis tersebut yang angkuh?
Bukan! Yang salah adalah konsep pemikirannya. Pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa orang baik itu selalu miskin, selalu meminta-minta, dan terkesan bodoh. Parahnya lagi, terkadang orang-orang yang dicap seperti itu tidak mau mengubah hal tersebut.
Pengemis memang bukanlah pekerjaan yang haram, tapi bukankah pebisnis itu lebih baik karena bisa menjadi perantara rezeki yang halal?
Meminta memang tidak dilarang, tapi bukankah memberi sangat dianjurkan?
Cara sederhana untuk mengentas kemiskinan adalah dengan memastikan diri kita tidak miskin.
Cara sederhana untuk mengentas kebodohan adalah dengan memastikan diri kita tidak bodoh.
Cara sederhana agar kita tidak dihina adalah dengan memastikan diri kita tidak pantas dihina.
Wallahu a'lam.
Inspiring people:
@panjiabdiesa
@ipphoright
@herricahyadi